Seri 2 : DIALOG KEBANGSAAN DPP KNPI
Jakarta | SOKSIMEDIA.COM
Masih dalam acara DIALOG KEBANGSAAN yang diselenggarakan oleh DPP KNPI pada hari Kamis (09-03-2023), Neil Sadek, S.H. selaku Pj Ketua Umum Wirakarya SOKSI menyampaikan responnya atas Putusan Pengadilan Nomor : 757/G/2022/Pn.Jkt.Pst yang memeriksa gugatan tertanggal 8 Desember 2022 dari salah satu partai politik yang tidak lolos dalam proses verifikasi dalam penyelenggaraan Pemilu 2024.
Neil mengatakan kita semua dapat memaklumi bahwa berdasarkan UU Kekuasaan Kehakiman bahwa setiap hakim tidak boleh menolak setiap perkara yang diajukan untuk diadili sekalipun dengan alasan tidak ada hukumnya, karena itu gugatan yang telah didaftarkan pada suatu lembaga peradilan wajib diperiksa dan diadili, kemudian kami juga dapat memahami bahwa dalam proses mengadili hakim harus melandasi putusannya dengan pertimbangan yang berdasarkan hukum yaitu hukum tertulis (perundang-undangan yang berlaku) dan rasa keadilan, dengan modal inilah hakim melandaskan kewenangannya untuk memutus setiap perkara yang sedang diperiksanya.
Namun, bila diperhatikan dan dicermati putusan yang telah dibacakan secara terbuka dan di buka untuk umum khususnya pada bagian 2 amarnya yang berbunyi
“menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan diucapkan” dan “melaksanakan tahapan pemilihan umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari”,
Dikatakannya kita merasakan ada suatu keanehan bin ajaib, sehingga terkesan putusan tersebut justru dilahirkan bukan dengan suatu konsideran hukum berdasarkan hukum dan hati nurani yang bermuara pada rasa keadilan masyarakat, karena berdasarkan Pasal 22 E ayat 6 UUD 1945 telah jelas dan nyata ditentukan pelaksanaan Pemilu adalah setiap 5 tahun, Pemilu 2024 merupakan kelanjutan dari pesta demokrasi sebelum yaitu Pemilu 2019, namun harus diingat pelaksanaan puncak demokrasi Pemilu 2024 telah berlangsung sejak tahun 2023, artinya rangkaian pelaksanaan yang dilakukan secara bertahap adalah rangkaian pelaksanaan penyelenggaraan Pemilu 2024, kita semua mengetahui sudah ada beberapa tahapan yang sudah dilalui dan tersisa beberapa tahapan dengan sedikit waktu untuk masuk kedalam Hari *H” nya di bulan Februari 2024 untuk Pemilihan Caleg kemudian disusul dengan Pilpres di bulan November 2024.
Dilanjutkan oleh Neil, waktu kita hanya tersisa waktu sekitar 12 bulan lagi, kemudian bila kita ingin membandingkan proses pemeriksaan dengan Proses Perkara Putusan No. 757/G/2022/Pn.Jkt.Pst yang baru saja diputus, maka secara matematika dengan kebiasaan beracara di proses banding akan memakan waktu kurang lebih 6 bulan, ditambah upaya hukum kasasi sekitar 7 bulan, dan upaya hukum luar biasa Peninjauan Kembali (PK) sekitar 7 bulan, total waktu yang disediakan oleh pencari keadilan 20 bulan lamanya, sementara proses Pemilu 2024 sudah akan mencapai puncaknya sekitar 12 bulan kedepan, artinya Hasil Pemilu 2024 sudah akan diketahui dan berakhir 18 bulan sebelum Putusan PK atau 11 bulan setelah Putusan Kasasi.
Dengan demikian maka Putusan PN Jkt Pst No 757 tersebut sudah tidak nilai hukumnya sebab pelaksanaan Pemilu 2024 akan selesai digelar sebelum putusan perkara tersebut berakhir, berdasarkan logika ini tentu kita bertanya besar untuk apa dibuat keputusan penundaan pemilu dengan berdasarkan putusan tersebut ? dan ini tentu menimbulkan suatu tanda tanya besar terhadap putusan Pn Jkt Pst tersebut, seandainya pun putusan peradilan “yudex yuris” sama bunyinya dengan Putusan PN Jkt Pst maka nilai hukumnya juga tidak ada, kalau putusan tersebut ingin dieksekusi sesuai amar ke-2 nya yang meminta dilakukan pemilihan ulang dengan tenggang waktu 2 tahun 4 bulan 7 hari.
Maka proses Pemilu 2024 bila dihitung mulai dari Pemilu sebelumnya pada tahun 2019, maka waktunya akan melewati tenggang waktu 5 tahun, artinya Putusan Pn.Jkt.Pst tersebut akan bertentangan dengan UUD 1945 yang telah menentukan penyelenggaraan Pemilu dilaksanakan setiap 5 (lima) tahun, karena itu kami sebagai OKP Kekaryaan menolak dan keberatan atas Putusan PN. Jkt. Pst No.757 demikianpun atas segala bentuk usaha untuk menunda Pemilu 2024 yang melebihi waktu 5 (lima) tahun, hal tersebut merupakan suatu bentuk “Penghianatan terhadap Konstitusi kita yaitu UUD 1945 !”.
Kemudian Neil mengingatkan bahwa negeri ini membutuhkan para ahli hukum yang tidak sekedar berintegritas keilmuan dan pengalaman saja, akan tetapi juga harus memiliki pandangan hukum jauh kedepan atau rechtsbekeijkeun, sehingga tidak ada lagi suatu produk hukum termasuk putusan pengadilan yang tidak Pro Rasa Keadilan, kita semua perlu menyadari bahwa suatu putusan itu dapat bermuara menjadi suatu yurisprudensi, dimana Yurisprudensi merupakan salah satu sumber hukum di negeri ini, karena itu kami ingatkan kepada para hakim untuk tidak main-main dengan Konstitusi sebagai kaidah hukum tertinggi dalam kehidupan berdemokrasi, dalam Doktrin Hukum kita mengenal azas Lex superior derogat Lex inferior yang berarti hukum yang derajatnya tinggi akan meniadakan hukum yang derajatnya lebih rendah, lebih dari itu saya ingin sampaikan bahwa negeri kita dikenal bukan sebagai penganut paham Demokrasi Liberal, akan tetapi Negara Demokrasi Konstitusional yang dilandasi dengan oleh filosofi Pancasila sebagai Grond Norm dalam kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa, dan Bernegara, mari kita mengambil ibroh (pelajaran) yaitu untuk menghormati konstitusi yaitu UUD 1945.
(bersambung, baca seri 3)
BID.KOMINFO SOKSI