Jakarta, SOKSIMEDIA.com
Menteri Agama menetapkan Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2023 tentang Panitia Perayaan Natal Nasional Tahun 2022. Dalam keputusan itu, tertulis bahwa perayaan Natal Nasional diselenggarakan pada Rabu, 18 Januari 2023.
Sebagaimana diketahui, Perayaan Natal merupakan hari besar bagi umat Kristen Protestan dan Kristen Katolik. Tetapi, khusus agi umat Katolik, ada kejanggalan dalam Keputusan ini, yaitu penyelenggaraan natal yang dilaksanakan di luar masa natal.
Sebagaimana umum diketahui oleh umat Katolik, dalam kalender liturgi Gereja Katolik, masa natal berada pada rentang waktu antara tanggal 25 Desember s.d. hari raya Pembaptisan, yaitu hari raya sesudah hari raya Ephipani/hari raya Tiga Raja. Pada tahun 2023, hari raya Pembaptisan jatuh pada tanggal 9 Januari 2023, sehingga masa natal berakhir pada tanggal tersebut.
Karena itu, maksud dan tujuan diterbitkannya Keputusan Menteri Agama tersebut dipertanyakan banyak pihak. Mengapa harus ada perayaan natal di luar masa natal dan itu disebut pula natal nasional?
Bagi umat Katolik, kejadian ini kurang masuk akal, karena selama bertahun-tahun yang silam, perayaan natal nasional biasanya dilaksanakan berkisar antara tanggal 27 s.d. 29 Desember.
Dalam banyak wilayah umat Katolik dilarang oleh para imam untuk merayakan natal di luar masa natal karena setiap masa liturgi Gereja memiliki makna tersendiri, sehingga mencampurkan-adukkan perayaan natal di luar masa natal seperti dalam Keputusan Menteri Agama tersebut dapat dipandang sangat tidak tepat dan dapat mengacaukan pemahaman umat Katolik terhadap ajaran Gereja Katolik.
Persoalan perayaan yang bukan pada masa yang tepat dalam liturgi Gereja bukan persoalan sepele karena itu menyangkut ajaran. Karena itu, Menteri Agama perlu mengklarifikasi mengapa mengeluarkan Keputusan semacam itu.
Bisa jadi, Menteri tidak mendapat masukan dan penjelasan yang cukup mengenai waktu dan makna yang sesungguhnya dari perayaan natal sehingga menandatangani begitu saja konsep Keputusan yang disodorkan oleh pejabat yang membantunya.
Para pejabat Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Katolik, utamanya Dirjen Bimas Katolik, perlu dipertanyakan kapasitasnya. Aakah Dirjen Bimas Katolik tidak memberi masukan yang cukup kepada Menteri Agama sehingga Menteri Agama sampai melakukan kesalahan serius seperti itu? Selain itu, dalam Keputusan Menteri Agama tersebut, tertulis nama-nama panitia yang terdiri dari Mgr.
Ignatius Kardinal Suharyo, Ketua KWI dan beberapa romo atau pemimpin Gereja Katolik. Menempatkan mereka dalam sebuah Keputusan yang salah tentu akan memposisikan para pemimpin agama itu dalam posisi buah simalakama.
Oleh sebab itu, Menteri Agama dan Dirjen Bimas Katolik harus mempertanggungjawabkan arti dari Keputusan Menteri Agama Nomor 25 Tahun 2023 tentang Panitia Perayaan Natal Nasional Tahun 2022 tersebut.
“Bisa jadi, Dirjen Bimas Katolik mencari alasan bahwa natal nasional harus dirayakan untuk menunjukkan bahwa negara memfasilitasi umat kristiani”
Tetapi alasan itu tidak cukup mendasar karena umat Katolik pada khususnya tidak kekurangan waktu pada rentang antara tanggal 25 Desember 2023 hingga hari Pembaptisan, sehingga harus melaksanakan natal pada tanggal 18 Januari, di luar rentang tanggal perayaan natal.
Seandainya perayaan itu tidak berbentuk ibadah sekalipun, perayaan itu tetap kurang tepat disebut perayaan natal dan jauh dari mengedukasi masyarakat Katolik. Hal lainnya, sekalipun perayaan natal itu disebut perayaan ekumene, harusnya bisa memilih tanggal yang tepat agar orang Katolik tidak melanggar aturan penanggalan liturgi atau kalender liturgi Katolik.
Umat Katolik berharap pengaturan perayaan semacam ini dilaksanakan lebih baik dan Menteri Agama perlu mengevaluasi pejabat di lingkungan Ditjen Bimas Katolik karena kekeliruan ini.
(RED)