• Jum. Mei 16th, 2025

SENTRAL ORGANISASI KARYAWAN SWADIRI INDONESIA

Terkait Persidangan PN Ketapang Perkara Nomor: 20/Pdt.G/2024/PN : Diduga Majelis Hakim Buat Aturan Baru Tentang Bukti- Bukti dan Saksi

ByMTPM 01

Nov 5, 2024

Sengketa Tanah Antara Lazarus Lintas Dengan PT. Mitra Karya Sentosa (PT. MKS) Sejak Tahun 2020 s/d Berakhir Dengan Putusan Sidang Atas Perkara Nomor 20/Pdt.G/2024/PN Ktp, Pada Hari Jumat tanggal 11 Oktober 2024 

 

Ketapang | SoksiMedia.Com 

Dikatakan Anton Selaku Kuasa Insidentil (Anak Kandung Lazarus) Pemilik Tanah, Dikatakannya ada kejanggalan pada saksi-saksi dimana terlihat dalam persidangan saat itu ada kesaksian Kepala Adat, saksi Kepala Dusun yang menanda tangani surat hasil musyawarah, saksi ketua tim pembebasan lahan perusahaan diwilayah dusun, juga terlihat saat itu dijadikan saksi juga yakni humas perusahaan tergugat, nah ini jelas menuai banyak pertannyaan dalam pelaksanaan proses persidanggan tersebut atau hal itu semestinya tidak sah. Ujar Anton

Diduga Bukti yang dianggap sah oleh hakim PN ketapang dalam perkara nomor: 20/Pdt.G/2024/PN. Ktp, adalah jika orang tidak punya surat tanah, jika tidak ada saksi yang menerangkan tanah milik pemilik tanah, jika pemilik tanah tidak tahu lokasi tanahnya dan jika orang tidak tahu batas – batas tanahnya.

Itulah bukti yang sah menurut Josua Natanael, S.H Hakim ketua, Kunti Kalma Syifa, S.H., M.H., hakim Anggota.Dhimas Nugroho Priyosukanto, S. H., Hakim Anggota.

Kemudian, surat tanah belum di pecahkan, tapi tanahnya bisa pecah. Diduga Satu surat tanah, sebagian tanah dalam surat sah jual belinya, separuh tanah dalam surat yang sama bukan tanah pemilik surat.

Sejak awal, dalam persidangan yang sangat melelahkan itu, dibuka dan terbuka untuk umum sebetulnya banyak fakta-fakta persidangan yang membuat kita tercengang.

Sesuai Kutipan Sidang Putusan PN Ketapang Pada Hari Jumat tanggal 11 Oktober 2024 Untuk Perkara :

DALAM REKONVENSI

Menimbang, bahwa dalam jawabannya, Penggugat Rekonvensi/Tergugat Konvensi mengajukan gugatan rekonvensi yang mana dipertimbangkan sebagai berikut:

Menimbang, bahwa untuk keefektifan dalam membuat pertimbangan hukum maka pertimbangan-pertimbangan Majelis Hakim dalam bagian kovensi harus dianggap menjadi satu kesatuan dengan pertimbangan-pertimbangan bagian rekonvensi ini;

Menimbang, bahwa setelah Majelis Hakim mencermati gugatan rekonvensi tersebut, diketahui maksud dan tujuan gugatan rekonvensi tersebut adalah agar Tergugat Rekonvensi/Penggugat Konvensi dinyatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum dikarenakan Tergugat Rekonvensi/Penggugat Konvensi telah membuat nama baik Penggugat Rekonvensi/Tergugat Konvensi sebagai perusahaan yang bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit, tercoreng akibat Tergugat Rekonvensi/Penggugat Konvensi telah menggugat Penggugat Rekonvensi/Tergugat Konvensi. Dalam gugatan tersebut, Tergugat Rekonvensi/Penggugat Konvensi telah menuduh Penggugat Rekonvensi/Tergugat Konvensi tidak menyerahkan hasil pengukuran tanah yang sebenarnya kepada Tergugat Rekonvensi/Penggugat Konvensi ketika proses pembebasan tanah;

Menimbang, bahwa dalam gugatan rekonvensinya poin 11 (sebelas), Penggugat Rekonvensi/Tergugat Konvensi pada pokoknya mendalilkan kerugian materiil yang dialaminya adalah biaya-biaya untuk keperluan persidangan. Kemudian kerugian immateriil yang dialami Penggugat Rekonvensi/Tergugat Konvensi adalah rasa malu yang dikonversikan menjadi sejumlah uang;

Menimbang, bahwa yang dimaksud perbuatan melawan hukum itu diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yakni tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut. Dari ketentuan pasal tersebut maka terdapat 4 (empat) unsur yang membentuk suatu perbuatan melawan hukum yakni:

– unsur perbuatan yang bersifat melawan hukum,

– unsur kerugian yang dialami orang lain,

– unsur kesalahan dari perbuatan si pembuat,

– unsur hubungan sebab-akibat antara perbuatan bersifat melawan hukum tersebut dengan kerugian yang dialami orang lain;

Menimbang, bahwa perbuatan yang bersifat melawan hukum sendiri dapat diklasifikasikan menjadi beberapa perbuatan yakni:

– perbuatan yang bertentangan dengan hak orang lain,

– perbuatan yang bertentangan dengan kewajiban si pembuat,

– perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan, kepatutan dan pergaulan hidup bermasyarakat;

Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, Penggugat Rekonvensi/Tergugat Konvensi harus bisa membuktikan terlebih dahulu, bahwa perbuatan Tergugat Rekovensi/Penggugat Konvensi berupa mengajukan gugatan kepada Penggugat Rekonvensi/Tergugat Konvensi adalah perbuatan yang bersifat melawan hukum, yakni bertentangan dengan hak Penggugat Rekonvensi/Tergugat Konvensi atau bertentangan dengan kewajiban Tergugat Rekonvensi/Penggugat Konvensi ataupun bertentangan dengan nilai kesusilaan, kepatutan dan pergaulan hidup bermasyarakat;

Menimbang, bahwa Yahya Harahap dalam bukunya berjudul Hukum Acara Perdata, terbitan Sinar Grafika, edisi ke-2 (dua), pada halaman 48 (empat puluh delapan), pada pokoknya menjelaskan badan peradilan di bidang perdata bertugas dan berwenang menerima, memeriksa, mengadili serta menyelesaikan gugatan voluntair dan gugatan contentius. Gugatan voluntair yang biasa disebut permohonan adalah permasalahan yang diajukan ke pengadilan yang mana bersifat satu pihak. Sedangkan gugatan contentius atau disebut juga gugatan, merupakan permasalahan yang bersifat dua atau banyak pihak. Istilah contentius sendiri diambil dari bahasa Latin yang bermakna penuh semangat bertanding atau berpolemik. Dalam gugatan, para pihak yang berperkara menjalani proses sanggah-menyanggah (op tegenspraak);

Menimbang, bahwa dalam hidup bermasyarakat akan selalu ada kepentingan-kepentingan antar anggota masyarakat yang saling bersinggungan. Oleh karenanya, negara membuat badan peradilan untuk menyelesaikan singgungan atau gesekan kepentingan tersebut sebagaimana dimaksud dalam pertimbangan di atas. Setiap orang yang merasa haknya dilanggar diperbolehkan mengajukan gugatan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Dan pada akhirnya, pengadilan akan memberikan keputusan atas permasalahan tersebut. Jadi, perbuatan menggugat sebagaimana Tergugat Rekonvensi/Penggugat Konvensi lakukan adalah haknya karena kepentingan-kepentingannya merasa diganggu. Dalam proses berperkara, ada kesempatan sanggah-menyanggah yang proporsional antara Penggugat Rekonvensi/Tergugat Konvensi dan Tergugat Rekonvensi/Penggugat Konvensi. Hal tersebut tentunya tidak menjadikan nama baik Penggugat Rekonvensi/Tergugat Konvensi menjadi buruk atau tercemar. Oleh karenanya, perbuatan Tergugat Rekonvensi/Penggugat Konvensi berupa mengajukan gugatan kepada Penggugat Rekonvensi/Tergugat Konvensi bukan perbuatan yang bersifat melawan hukum;

Menimbang, bahwa dikarenakan perbuatan Tergugat Rekonvensi/Penggugat Konvensi dalam hal mengajukan gugatan kepada Penggugat Rekonvensi/Tergugat Konvensi bukanlah bersifat melawan hukum maka unsur pertama dalam ketentuan Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata tidak terbukti. Jika salah satu unsur dalam ketentuan pasal tersebut tidak terbukti maka perbuatan melawan hukum juga menjadi tidak terbukti. Oleh karenanya petitum nomor 4 (empat) gugatan rekonvensi yang meminta agar menyatakan Tergugat Rekonvensi/Penggugat Konvensi melakukan perbuatan perbuatan melawan hukum, beralasan hukum untuk ditolak;

Menimbang, bahwa petitum nomor 5 (lima) gugatan rekonvensi berisi menghukum Tergugat Rekonvensi/Penggugat Konvensi untuk membayar kerugian materiil dan immateriil. Dikarenakan Penggugat Rekonvensi/Tergugat Konvensi tidak bisa membuktikan perbuatan melawan hukum dari Tergugat Rekonvensi/Penggugat Konvensi maka petitum 5 (lima) beralasan hukum untuk ditolak;

Menimbang, bahwa petitum nomor 2 (dua) gugatan rekonvensi berisi menyatakan jual-beli antara Penggugat Rekonvensi/Tergugat Konvensi dengan Tergugat Rekonvensi/Penggugat Konvensi seluas kurang lebih 82,12 (delapan puluh dua koma satu dua) hektar adalah sah dan berkekuatan hukum. Bahwa dalam pertimbangan di bagian konvensi, pada pokoknya Majelis Hakim berpendapat hasil pengukuran tanah Tergugat Rekonvensi/Penggugat Konvensi yang benar adalah hanya sebatas 82,12 (delapan puluh dua koma satu dua) hektar saja. Oleh karenanya petitum nomor 2 (dua) gugatan rekonvensi beralasan hukum untuk dikabulkan;

Menimbang, bahwa petitum nomor 3 (tiga) gugatan rekonvensi berisi menyatakan surat tanah dan izin-izin yang dimiliki oleh Penggugat Rekonvensi/Tergugat Konvensi adalah sebagai bukti yang sah menurut hukum dan berkekuatan hukum. Petitum tersebut tidak menguraikan secara jelas dan spesifik surat tanah dan izin-izin apa yang dimaksud oleh Penggugat Rekonvensi/Tergugat Konvensi. Dengan demikian, Majelis Hakim berpendapat surat tanah dan izin-izin tersebut adalah surat tanah dan izin-izin yang dijadikanbukti-bukti surat di persidangan. Bahwa yang dimaksud bukti yang sah dan berkekuatan hukum adalah berkaitan dengan apakah telah ditunjukkan dokumen pembanding dari bukti surat terkait di persidangan, kemudian apakah dokumen pembanding tersebut dalam bentuk asli, fotokopian, salinan resmi atau legalisir dari notaris. Mengenai hal tersebut, Majelis Hakim telah mempertimbangan kekuatan pembuktian dari seluruh bukti surat yang disajikan para pihak, termasuk bukti-bukti surat Penggugat Rekonvensi/Tergugat Konvensi sebagaimana dalam uraian pertimbangan gugatan konvensi di atas. Pertimbangan tersebut menjadi satu kesatuan dalam pertimbangan rekonvensi ini. Oleh karenanya petitum nomor 3 (tiga) beralasan hukum untuk dikabulkan;

Menimbang, bahwa petitum nomor 6 (enam) gugatan rekonvensi berisi pada pokoknya menghukum Tergugat Rekonvensi/Penggugat Konvensi untuk menyampaikan permohonan maaf. Dikarenakan Penggugat Rekonvensi/Tergugat Konvensi tidak dapat membuktikan perbuatan melawan hukum Tergugat Rekonvensi/Penggugat Konvensi maka petitum nomor 6 (enam) beralasan hukum untuk ditolak;

Menimbang, bahwa petitum nomor 7 (tujuh) gugatan rekonvensi berisi pada pokoknya menghukum Tergugat Rekonvensi/Penggugat Konvensi untuk membayar uang paksa (dwangsom) jika lalai memenuhi putusan. Dikarenakan Penggugat Rekonvensi/Tergugat Konvensi tidak dapat membuktikan perbuatan melawan hukum Tergugat Rekonvensi/Penggugat Konvensi maka petitum nomor 7 (tujuh) beralasan hukum untuk ditolak;

Menimbang, bahwa oleh karena pokok permasalahan sudah terjawab dengan alat bukti yang telah dipertimbangkan tersebut di atas maka terhadap alat bukti selebihnya yang tidak memiliki relevansi untuk membuktikan pokok persengketaan dalam perkara a quo haruslah dinyatakan dikesampingkan;

III. DALAM KONVENSI DAN REKONVENSI

Menimbang, bahwa oleh karena gugatan Penggugat Konvensi/Tergugat Rekonvensi ditolak untuk seluruhnya, sedangkan gugatan Tergugat Konvensi/Pengugat Rekonvensi dikabulkan untuk sebagian, maka Penggugat Konvensi/Tergugat Rekonvensi adalah pihak yang kalah dalam perkara a quo. Berdasarkan ketentuan Pasal 192 ayat (1) RBg maka Penggugat Konvensi/Tergugat Rekonvensi harus dihukum untuk membayar biaya perkara yang mana jumlahnya disebutkan jelas dalam amar putusan ini; Memperhatikan, ketentuan pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 192 ayat (1) RBg, Undang

– Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman serta peraturan lainnya yang bersangkutan;

MENGADILI:

  1. DALAM KONVENSI

DALAM PROVISI

– Menolak tuntutan provisi Penggugat Konvensi/Tergugat Rekonvensi;

DALAM EKSEPSI

– Menolak eksepsi Tergugat Konvensi/Penggugat Rekonvensi untuk seluruhnya;

DALAM POKOK PERKARA

– Menolak gugatan Penggugat Konvensi/Tergugat Rekonvensi untuk seluruhnya;

  1. DALAM REKONVENSI
  2. Mengabulkan gugatan Penggugat Rekonvensi/Tergugat Konvensi untuk sebagian;
  3. Menyatakan jual-beli tanah antara Penggugat Rekonvensi/Tergugat Konvensi dengan Tergugat Rekonvensi/Penggugat Konvensi seluas 82,12 (delapan puluh dua koma satu dua) hektar adalah sah dan berkekuatan hukum;
  4. Menyatakan surat tanah dan izin-izin yang dimiliki oleh Penggugat Rekonvensi/Tergugat Konvensi adalah sebagai bukti yang sah menurut hukum dan berkekuatan hukum;
  5. Menolak gugatan Penggugat Rekonvensi/Tergugat Konvensi untuk selain dan selebihnya;

III. DALAM KONVENSI DAN REKONVENSI

– Menghukum Penggugat Konvensi/Tergugat Rekonvensi untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp4.798.000,00 (empat juta tujuh ratus sembilan puluh delapan ribu rupiah);

Demikian diputuskan dalam sidang permusyawaratan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Ketapang, pada hari Jumat tanggal 11 Oktober 2024 oleh JOSUA NATANAEL, S.H. sebagai Hakim Ketua, DHIMAS NUGROHO PRIYOSUKAMTO, S.H. dan KUNTI KALMA SYITA, S.H., M.H. masing-masing sebagai Hakim Anggota, yang ditunjuk berdasarkan Surat Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Ketapang Nomor 20/Pdt.G/2024/PN Ktp tanggal 18 Juli 2024.

Putusan tersebut dikirimkan pada hari Selasa tanggal 22 Oktober 2024 melalui sistem informasi e-court Pengadilan Negeri Ketapang kepada para pihak, dibantu oleh MUHAMMAD HARIYANDI sebagai Panitera Pengganti. (HD/RED)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *