JAKARTA – SOKSIMEDI.com
Adakalanya orang harus menjalani kehidupan seorang diri, namun hal itu tidak berarti bahwa seseorang itu harus terkungkung dan dirundung rasa kesepian dan kesedihan. Demikian Psikolog Mildawani, pada pertemuan bertema “Sendiri Tapi Tidak Sepi”, di Jakarta (23/09/’24).
Merasa kesepian adalah hal yang normal dan dapat menerpa setiap orang. Tidak ada orang yang bisa mengklaim bahwa dia tidak pernah merasa kesepian, lanjut psikolog jebolan University of West Florida dan UPI YAI itu.
Persoalannya adalah bagaimana agar seseorang tidak terjebak dalam perasaan kesepian yang berkepanjangan, dalam kesepian kronis. Bagaimana seseorang itu senantiasa berupaya untuk terus menemukan kiat, cara dan membangun dukungan lingkungan agar kehidupan terus berlanjut dengan semangat, suasana optimis dan dipenuhi keceriaan, lanjut Penasehat GPS (Gerakan Perempuan SOKSI) itu.
“Manusia adalah homo socius, mahluk sosial karena manusia tidak dapat hidup sendiri dan senantiasa membutuhkan orang lain dalam melakukan aktivitasnya. Semenjak bayi, remaja, dewasa hingga lansia manusia membutuhkan teman atau pasangan hidup. Persoalan kesepian muncul ketika pasangan hidup seseorang (suami atau istri) meninggal dunia di saat usianya menginjak ‘sun-set’, dan berbagai kemampuan mulai menurun. Ketika hidup yang biasanya dihadapi bersama pasangan, kini harus dijalani sendiri,” imbuh psikolog/konselor Perbanas itu.
Pada saat-saat seperti ini, ada orang yang terjebak dalam perasaan sunyi sepi sendiri. Apalagi orang tersebut memiliki sifat _introvert_ maka durasi kungkungan emosi dan perasaan dirundung kesedihan dan kesendirian cenderung lebih panjang. Meski demikian, tidak sedikit yang mampu keluar dari masa sulit kesepian itu, dan beradaptasi dengan situasi dan kondisi baru, lanjut pegiat Gerontologi tersebut.
Kemampuan untuk berada pada situasi ‘sendiri namun tidak sepi’ dipengaruhi oleh berbagai hal. Diantaranya yang terpenting adalah sikap jujur pada diri sendiri. Sikap reflektif dan jujur yang bermuara pada penerimaan diri memampukan seseorang untuk melihat sumber masalah, melihat potensi lingkungan dan mengubah dampak negatif kesepian menjadi positif.
“Dengan dasar jujur pada diri sendiri, seseorang bisa melangkah mengatasi rasa kesepian dengan membuat rencana melawan rasa kesepian itu. Berbagai rencana yang diprogramkan antara lain: Bergabung di salah satu komunitas atau membangun interaksi dengan orang lain. Merawat hewan peliharaan; Merawat tanaman; Menghadiri kegiatan reuni atau menjalin kembali relasi lama; Menyanyi karaoke dengan teman-teman; Berlibur dan traveling, dan kegiatan yang bersifat hobi lainnya.
Kegiatan-kegiatan tersebut selain berperan menembus tembok isolasi sosial, membunuh rasa kesepian juga meningkatkan rasa bahagia seseorang. Hal lain yang mujarab dilakukan untuk mengatasi kesendirian adalah selalu mengucap syukur. Mensyukuri setiap momen dalam hidup,” pungkas Milda.
Diskusi yang dipimpin Mas Sudibyo selaku moderator berlangsung gayeng. Para warga senior terlibat aktif mengikuti acara dengan semangat. Beberapa peserta bertanya dengan jujur dan jenaka, terkait kondisi keseharian mereka. Untuk lebih menyemarakkan suasana, ibu Helena memandu peserta menyanyikan lagu-lagu ‘tembang kenangan’. Menutup seluruh rangkaian acara, ketua WarSen (Warga Senior) St. Monika BSD-Serpong, ibu Lanny Sucipto mengatakan bahwa pertemuan ini perlu agar para warga senior memiliki aktifitas, merasa lebih bahagia dan tidak kesepian. “Semoga kegiatan semacam ini dapat kita selenggarakan lebih rutin. Kita terus bangun kebersamaan, mengatasi kesendirian dan meraih rasa bahagia di usia senior ,” tandas Lanny. (RED)