JAKARTA, SOKSIMEDIA | Menurut data Statistik PBB tahun 2020 mencatat, lebih dari 149 juta atau sekitar 22 persen balita di seluruh dunia mengalami stunting, dimana 6,3 juta merupakan anak usia dini atau balita yang ada di Indonesia. Menurut UNICEF, stunting disebabkan karena anak kekurangan gizi dalam dua tahun usianya, ibu kekurangan nutrisi saat kehamilan.
Angka stunting tahun 2023 di Indonesia adalah 21,6 persen sementara target yang ingin dicapai pemerintah untuk tahun 2024 adalah 14 persen. Dampak stunting kepada anak bukan saja menghambat pertumbuhan seluruh organ tubuh anak tapi juga menghambat perkembangan kecerdasan otak. Kecukupan gizi pada saat ini akan berdampak untuk jangka panjang terhadap kesehatan dan masa depan anak.
Data Badan Pusat Statistik tahun 2021 ada10,2 persen atau 27,5 juta orang jumlah penduduk Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan yang ditetapkan Pemerintah berpenghasilan di bawah Rp 472.000 per bulan. Jika mengacu kepada data Bank Dunia ada sebanyak 45 persen atau 115 juta orang penduduk Indonesia yang masuk ke kategori rentan miskin
Program makan siang dan minum susu gratis yang sudah dikampanyekan Prabowo – Gibran saat kampanye Pilpres 2024 untuk seluruh anak-anak Indonesia mulai dari TK sampai SMA termasuk juga untuk anak santri dan bagi yang Ibu hamil secara praktis bisa mengatasi kemiskinan dan mengejar target stunting di angka 14 persen. Bagi masyarakat ada harapan dan ditunggu terutama bagi kalangan orang tua bisa menghemat penghasilannya, dipergunakan untuk menutupi kebutuhan biaya hidup lainnya.
Dampak positif lainnya dari program ini adalah Pemerintah ikut membangun perekonomian kerakyatan, dengan anggaran 450 Triliun maka ada putaran perekonomian secara merata ke seluruh wilayah Indonesia termasuk adanya kepastian pasar buat petani, peternak dan nelayan dalam menjalankan usaha taninya, jika petani panen akan terserap pasar sehingga bisa menambah penghasilan petani, peternak dan nelayan.
Ada beberapa hal yang menjadi perhatian khusus bagi Pemerintah dalam menjalankan program makan siang dan minum susu gratis ini, ada unsur pemberdayaan di dalamnya, ini yang harus menjadi skala prioritas Pemerintah bagaimana dunia pertanian, peternakan dan perikanan bisa mandiri, jangan arah dan tujuan dari program ini akhirnya bergeser kepada ketergantungan pangan dari negara tetangga, importasi pangan bukanlah tujuannya.
Pertama adalah program dilakukan dalam skala kecil dengan anggaran kecil terlebih dahulu, lakukan pilot project di beberapa Propinsi yang termiskin, seperti Papua, NTT, Maluku, NTB dan Gorontalo, temukan format dan sistem dalam pelaksanaannya termasuk sumber beras, sayur, daging, ikan dan susu harus dikelola dengan baik, diambil dari hasil pertanian di dalam negeri
Kedua adalah membangun basis-basis pertanian, peternakan dan perikanan, program ini membutuhkan sumber pangan yang sangat besar seperti beras, sayur, telur, ikan, daging, susu dan buah-buahan. Pemerintah harus mulai melakukan pemberdayaan dan perluasan lahan pertanian, membangun pertanian di desa yang berbasis potensinya masing-masing dengan tujuan akhirnya adalah jika program ini dilakukan untuk seluruh anak-anak Indonesia yang berjumlah 82 juta anak maka sumber ketersediaan pangan sudah mencukupi, proses ini butuh waktu tahunan yang berdampak kepada bagaimana meraih surplus beras dan swasembada pangan
Ketiga adalah khusus untuk penyediaan susu, Pemerintah harus memulai mengadakan indukan susu sapi perah, langka awal tentu Pemerintah melakukan impor sapi. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah siapa pengelola sapinya ? Sebelum melakukan impor sapi, Pemerintah harus mendata potensi sapi yang ada di Indonesia, seperti Bali, NTT, Sumatera Barat, Jawa Timur dan daerah lainnya, merekalah yang berpotensi untuk mengelokanya, Koperasi Peternak Sapi harus dibangkitkan kembali, membangun peternakan butuh waktu lama, sehigga perlu ada Badan kusus untuk mengelolanya karena di dalamnya juga ada peternakan ayam, program ini membutuhkan daging ayam dan telur selain daging sapi dan susu
Keempat adalah masalah mentalitas, anggaran sangat, sekitar 450 Triliun, sehingga dibutuhkan karakter yang berjiwa pekerja keras, pengabdi, pelayan dan kejujuran, bukan saja bagi kalangan Eksekutif atau Birokrat, tapi juga bagi Partai Politik dan Politisinya termasuk juga bagi para petani, peternak dan nelayan, semua bidang harus sinergi, kolaborasi dan gotong royong untuk meraih cita-cita bangsa dan negara, yaitu mengatasi stunting, kemiskinan, membangun perekonomian kerakyatan, meraih surplus beras dan swasembada pangan termasuk juga Indonesia bisa berpotensi menjadi lumbung pangan dunia
Penulis :
Tonny Saritua Purba
Ketua Bidang Tani dan Nelayan Depinas SOKSI
Penerbit Bid Kominfo