BEKASI | SOKSIMEDIA.COM
Tuai Tanggapan Aktifis Pemerhati Hukum Dan Keadilan Marjuddin Nazwar, Tegas Dikatannya :
Sejumlah aturan hukum yang seharusnya menjadi benteng perlindungan hak rakyat justru diabaikan.
Kondisi ini memperkuat dugaan bahwa carut marut ATR BPN Kota Bekasi bukan sekadar kesalahan administratif, tetapi telah masuk ke ranah pidana dan tindak korupsi.
Pertama, Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) No. 5 Tahun 1960 secara jelas mewajibkan negara memberikan kepastian hukum hak atas tanah melalui penerbitan sertifikat (Pasal 19). Faktanya, SK Gubernur Jawa Barat tertanggal 23 Desember 1972 yang sah secara hukum diabaikan, sementara masyarakat justru dipaksa menyerahkan SK mereka dan diganti dengan girik tanpa dasar yang jelas.
Kedua, praktik penarikan paksa SK masyarakat dan penggantian dengan girik diduga kuat melanggar Undang-Undang No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Pasal 10 menegaskan, keputusan administrasi tidak boleh merugikan hak warga. Namun, yang terjadi justru sebaliknya: warga kehilangan hak sahnya akibat keputusan sepihak.
Ketiga, tindakan BPN Depok yang menahan sertifikat serta tidak menjawab surat resmi masyarakat juga melanggar UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Masyarakat dijanjikan kepastian hukum, tetapi yang diberikan justru ketidakpastian dan pembiaran praktik mafia tanah.
Keempat, dari sisi pidana, ada indikasi kuat pelanggaran KUHP Pasal 263 tentang pemalsuan surat karena adanya penggunaan girik sebagai alas hak jual-beli yang tidak sah. Selain itu, Pasal 421 KUHP juga bisa dikenakan kepada pejabat yang menyalahgunakan kewenangan dengan menakut-nakuti warga hingga menuduh mereka sebagai PKI di era Orde Baru.
Kelima, aturan teknis PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah dengan tegas menyatakan sertifikat adalah bukti hak yang kuat (Pasal 32). Namun, BPN justru membiarkan data ukur salah kaprah dan tidak sesuai bidang tanah asli masyarakat.
Lebih jauh, keterlibatan oknum pejabat BPN dalam praktik mafia tanah berpotensi menyeret kasus ini ke ranah tindak pidana korupsi. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tipikor Pasal 3 mengancam pejabat yang menyalahgunakan wewenang hingga merugikan masyarakat dan negara. (TIM/Red)