JAKARTA | SOKSIMEDIA.COM
Badan Pangan Nasional (Bapanas) telah menetapkan adanya perubahan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah petani melalui Keputusan Kepala Bapanas No 2 tahun 2025 berlaku mulai tanggal 15 Januari 2025, harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani ditetapkan sebesar Rp 6.500 per kilogram.
Kenaikan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah menjadi Rp 6.500 per kilogram dari sebelumnya Rp 6.000 per kilogram, tentu tujuan kebijakan ini untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani, kebijakan yang berpihak kepada petani di Indonesia.
Termasuk juga pernyataan dari Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan mengatakan pemerintah telah menetapkan batas harga pembelian pemerintah (HPP) gabah seharga Rp 6.500 per kilogram berlaku untuk seluruh petani di Indonesia.
Pemerintah pasti punya alasan dan tujuan dengan adanya penetapan harga gabah sebesar 6.500 per kilogram yaitu untuk melindungi petani lokal agar tetap menanam padi dan berproduksi, termasuk juga dengan adanya harga terbaru ini diharapkan pemerintah dapat menjamin petani padi mendapatkan keuntungan dan kebijakan ini berlaku untuk semua perusahaan swasta yang membeli gabah dari petani.
Untuk pelaksanaan dari kebijakan tersebut, Kementerian Keuangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 19 Tahun 2025 dan Pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp16,6 triliun kepada Perum Bulog untuk membeli gabah petani.
Pertanyaan sekarang adalah apakah kebijakan harga gabah 6.500 sesuai dengan tujuan dan harapan petani padi ?
Tujuan kebijakan harga gabah sebesar Rp 6.500 per kilogram tentu untuk mensejahterakan petani termasuk tujuan utama pemerintah agar produksi beras nasional bisa tercapai, akan tetapi ada beberapa kendala yang menjadi perhatian pemerintah atas kebijakan harga tersebut, seperti :
Pertama, adalah perubahan kebijakan dari adanya pihak ketiga dalam penyerapan gabah petani menjadi tidak melibatkan pihak ketiga akan menjadi kendala dalam hal distribusi karena ada biaya tambahan yang harus dikeluarkan oleh petani ataupun Bulog. Dampaknya adalah modal.produksi petani semakin besar termasuk juga anggaran pemerintah dalam menyerap gabah petani.
Kedua, adalah masalah anggaran yang disiapkan pemerintah untuk menyerap gabah petani, anggaran yang ada saat ini hanya untuk satu musim tanam dan hanya untuk jumlah tertentu sementara hasil panen raya petani jumlahmya jauh lebih banyak dari anggaran yang ada.
Ketiga, adalah kebijakan harga tersebut akan menjadi peluang bagi pihak ketiga untuk membeli gabah di atas harga pemerintah. Jika harga yang ditawarkan oleh pihak ketiga di atas harga tetapan pemerintah, maka petani tidak akan menjualnya ke Bulog
Keempat adalah gabah mudah rusak karena kadar airnya masih tinggi, jika gabah tidak segera dijual maka gabah akan rusak, kondisi ini menjadi peluang bagi pihak ketiga untuk membeli dengan harga lebih rendah dari harga tetapan pemerintah.
Kelima adalah dalam budidaya padi sawah, ada peran pemodal di dalamnya, saat panen tiba ada sebuah ikatan bagi petani untuk menjualnya kepada pihak ketiga, walaupun harga pasar di atas harga tetapan pemerintah, petani tidak bisa menjualnya ke Bulog.
Keenam, adalah kapasitas gudang Bulog dan kesiapan dryer yang terbatas, gabah yang diserap oleh Bulog harus disimpan dan dikeringkan segera, jika tidak, maka gabah akan rusak bahkan tidak bisa diproses menjadi beras, jika diprosespun akan membuat beras berbintik hitam sehingga kwalitas beras rdndah dengan harga jual yang rendah.
Dari beberapa kendala yang dijelaskan di atas, apa yang perlu dilakukan oleh pemerintah agar kesejahteraan petani bisa lebih baik lagi ?
Kebijakan pemerintah sebelumnya adalah melibatkan pihak ketiga dalam penyerapan gabah petani, setelah gabah petani diserap oleh pihak ketiga tentu dengan harga dibawah harga tetapan pemerintah, selanjutnya gabah tersebut akan dikirim oleh pihak ketiga ke Bulog dengan tetapan harga yang sudah ditentukan oleh pemerintah.
Sementara kebijakan terbaru tidak melibatkan pihak ketiga karena Bulog langsung menyerap gabah petani atau petani yang langsung jual ke Bulog.
Melihat kebijakan saat ini tanpa adanya pihak ketiga maka perlu ada gagasan kepada pemerintah untuk membangun kembali Koperasi Unit Desa (KUD) yang beranggotakan petani, koperasi tersebutlah yang akan menyerap gabah petani. Jika saat ini penjualan gabah dilakukan langsung oleh Bulog atau petani jual langsung ke Bulog tentu tidak akan efisien dan efektif dari sisi waktu, tenaga dan biaya.
Gagasan lainnya adalah petani padi perlu dikapitaliasi, jadikan hilirisasi mulai dari penanaman, budidaya pasca panen, proses penggilingan beras dan menjadi produk kemasan. Jika petani hanya menanam saja, tidak petani mau masuk ke distribusi dan produksi maka kondisi tersebut akan membuat petani sulit untuk sejahtera.
Selain kebijakan mengenai harga gabah, pemerintah juga perlu memperhatikan ide dan gagasan tentang menanam padi gogo di lahan kering. Adanya kebijakan pemerintah tentu bertujuan untuk mensejahterakan petani, selain itu tujuan kebijakan agar cita-cita pemerintahan Presiden Prabowo Subianto ingin secepatnya meraih swasembada beras.
Petani bisa menanam padi di lahan kering asalkan pemerintah memberikan ijin kepada petani untuk menggarap di lahan pemerintah. Jika kebijakan tersebut bisa dilaksanakan maka produksi beras bukan hanya dari sawah saja, tapi juga bisa diproduksi dari lahan kering, dengan menanam varietas padi gogo di lahan kering maka defisit beras bisa diatasi.
Penulis :
Tonny Saritua Purba
– Alumni IPB University
– Ketua Bidang Tani dan Nelayan Depinas SOKSI
– Anggota Pokja Bidang Tani dan Nelayan DPP Partai Golkar