SOKSIMEDIA.COM — 16 September 2025 Masalah utamanya adalah dugaan pelelangan aset tanah yang tidak sah milik keluarga Azwar Riduan. Aset ini dilelang hanya berdasarkan fotokopi sertifikat hak milik (SHM) dan ironisnya, sertifikat aslinya masih dipegang oleh para ahli waris. Proses lelang ini juga menyita mesin-mesin pabrik yang ada di atas tanah tersebut.
* Pihak yang dirugikan: Ahli waris Azwar Riduan, yang merasa hak kepemilikan mereka atas tanah dirampas secara sewenang-wenang.
* Pihak yang dituduh:
* KPKNL Pontianak (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang) sebagai penyelenggara lelang yang diduga tidak profesional.
* Heri pemenang lelang mempunyai sertifikat ganda atau pengganti bahasa nya
* Effendy, terpidana kasus korupsi tahun 1998 yang menjadi penyebab awal kasus ini, meskipun aset yang dilelang bukan miliknya.
* Oknum-oknum dari Pengadilan, Kejaksaan, Bank BRI, dan BPN Sintang yang dituduh terlibat dalam proses hukum yang cacat.
* Pihak yang membantu: Ibu Linda dari DPD GPN 08 KALBAR, yang menawarkan bantuan hukum untuk memperjuangkan keadilan.
Tanah yang menjadi sengketa berada di Sungai Ukoi, Km. 13, Kecamatan Tebelan, Kabupaten Sintang, yang sekarang dikenal sebagai Desa Balai Agung. Lelang tersebut dilaksanakan oleh KPKNL yang berlokasi di Pontianak.
Peristiwa lelang terjadi pada tahun 2001, sedangkan kasus korupsi yang menimpa Effendy sudah terjadi lebih awal, yaitu pada tahun 1998.
Tuntutan keadilan ini muncul karena pelelangan dianggap tidak sah dan cacat hukum. Alasan utamanya adalah:
* Kesalahan subjek lelang: SHM yang dilelang jelas-jelas atas nama Azwar Riduan, bukan milik Effendy, terpidana korupsi yang seharusnya bertanggung jawab.
* Tidak adanya otentisitas dokumen: Lelang dilakukan hanya dengan fotokopi SHM, padahal sertifikat aslinya masih berada di tangan ahli waris. Hal ini menunjukkan lemahnya verifikasi dokumen oleh pihak penyelenggara lelang.
* Absennya hubungan utang-piutang: Keluarga Azwar Riduan tidak pernah memiliki utang di bank mana pun, sehingga tidak ada dasar hukum yang sah untuk menyita atau melelang aset mereka.
Kasus ini dapat terjadi karena dugaan adanya penyalahgunaan wewenang dan persekongkolan antar oknum-oknum instansi negara. Pengadilan Negeri Sintang diduga melakukan penyitaan aset yang salah sasaran, dan KPKNL Pontianak diduga nekat melakukan pelelangan tanpa dokumen yang sah. Hal ini mencerminkan sebuah sistem yang mudah dimanipulasi, di mana hak kepemilikan warga bisa dirampas hanya berdasarkan fotocopy dan tanpa verifikasi yang benar. (Red)