• Sel. Sep 9th, 2025

SENTRAL ORGANISASI KARYAWAN SWADIRI INDONESIA

SK AHU Menkum Atas Nama SOKSI Versi Misbhakun Cerminkan Ketidakpastian Hukum, Harus Dikoreksi Demi Komitmen Astacita Presiden Prabowo

ByMTPM 01

Sep 9, 2025

Kepastian Hukum Prasyarat Mutlak Menuju Indonesia Emas

Jakarta – SOKSIMEDIA.COM | Salah satu agenda utama reformasi, semangat Astacita dan jiwa yang mewarnai trend tuntutan rakyat saat ini adalah kepastian dan penegakan hukum yang adil, independen dan tidak pandang bulu.

Namun demikian semangat dan upaya penegakan dan membangun kepastian hukum kadang masih terganggu oleh kepentingan sempit tertentu dengan berbagai upaya yang merusaknya.

Salah satu contoh adalah terbitnya SK Kementerian Hukum cq. Dirjen AHU atas nama SOKSI versi Misbhakun yang namanya terkenal viral sebagai pemimpin kunker Komisi XI DPR ke Australia dengan uang rakyat Rp 6,5 miliar disaat rakyat menjerit ke DPR diakhir agustus lalu memasalahkan ketidakadilan dan kemiskinan yang menghimpit kehidupan rakyat banyak .

Demikian disampaikan dua Srikandi anggota THN SOKSI, Tries Soetrisnowati, SH dan Poppy, SH di Jakarta pada 9/9/’25.

Tries melanjutkan, bagaimana mungkin sebuah ormas berbadan hukum atau Perkumpulan yang terdaftar memiliki legalitas bernama “DEPINAS SOKSI” sejak tahun 2020, lalu pada tahun 2025 merubah namanya menjadi “Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia” disingkat “SOKSI” – nama ormas lain yang tidak ada hubungan hukumnya dan tidak ada hubungan strukturalnya serta yang telah eksis dan terdaftar memiliki legalitas Kepmenkumham sejak tahun 2016, 2018 dan 2023 ?

“ Apa SK AHU Menkum atas nama SOKSI Versi Misbhakun tahun 2025 itu bukannya mencerminkan ketidakpastian hukum yang telah mencederai Astacita ketujuh yaitu reformasi hukum, visi misi Presiden Prabowo dimana seharusnya Kemenkum sebagai pemerintah mesti mengawal ketat dan bersungguh-sungguh tegaknya kepastian hukum bagi publik termasuk bagi SOKSI dan ormas apapun ?” kata Tries.

Ormas Perkumpulan DEPINAS SOKSI yang saat ini dipimpin Misbakhun adalah kelanjutan dari ormas pimpinan Ahmadi Noor Supit berdasarkan legalitas Kepmenkumham tahun 2020 ?

“Pada tahun 2020 itu, secara sadar dan tentu tidak ada yang nemaksa Ahmadi Noor Supit dan Misbhakun memilih, mendaftarkan dan menggunakan nama DEPINAS SOKSI. Pilihan mereka sendiri, yang mendaftarkan mereka sendiri secara sadar dan disahkan oleh Menkumham. Tidak ada yang memaksa. Tapi kok mereka merubah nama itu diperjalanan dengan membajak nama ormas lain yang sudah eksis jauh hari sebelumnya, itu pelanggaran etika dan hukum. Heran juga , kok para pemimpin dan tokoh yang terhormat di lembaga negara seperti DPR tetapi tindakannya bisa gak nyambung begitu ya…?” ucap Poppy menimpali rekannya Tries.

Dalam hal ini, Perkumpulan DEPINAS SOKSI melalui Misbhakun bersama Ahmadi Noor Supit Ketua Umum- nya sebelumnya bersama pihak tertentu telah “membajak” legalitas “Perkumpulan “SOKSI” dengan melanggar prosedur dan ketentuan Peraturan Menkumham tahun 2016 dan 2025 serta UU yang berlaku dan ironisnya bisa lolos tanpa hambatan di Kemenkum. Ini mal administrasi atau ada kekeliruan besar yang harus dikoreksi dan dibatalkan demi kepastian hukum sesuai komitmen Astacita ketujuh Pemerintahan Presiden Prabowo,” tegas Tries.

“Sejak 20 Mei 2025 lalu saya sudah mencurigai tindakan Perkumpulan DEPINAS SOKSI-Misbhakun-Supit , kenapa mereka tidak menyebut Munasnya yang lalu sebagai “Munas I DEPINAS SOKSI” sesuai nama legalitasnya, tetapi mereka dengan nekad menyebut “Munas XII SOKSI” yang bukan nama legalitas Perkumpulannya ?” kata Tries menambahkan.

Sementara itu, sejak awal Mei 2025 sudah berjalan proses gugatan ormas SOKSI terhadap DEPINAS SOKSI atas Perbuatan Melawan Hukum yaitu larangan menggunakan nama ormas lain – Pasal 59 UU Ormas di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

“ Bagaimana mungkin hal seperti ini bisa terjadi kalau bukan adanya “pembajakan legalitas berencana oleh DEPINAS SOKSI terhadap SOKSI ?” tambah Poppy dan Tries serentak.

Keluarnya SK AHU Kemenkum yang ditandatangani Dirjen AHU jelas telah nenimbulkan ketidak pastian hukum di tengah masyarakat. Bagaimana mungkin hukum membenarkan adanya dua organisasi menggunakan nama yang sama ?

Pertanyaan besar juga adalah apakah sistem elektronik yang semestinya secara otomatis menolak pengajuan nama yang sama yang telah eksis tidak berjalan baik lagi di Kemenkum ? Komputerisasi sistem pendaftaran di kementerian hukum tentulah dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja, mengurangi kelemahan dan kelalaian manusia. Kalau tidak demikian maka penggunaan sistem dan mekanisme ini patut dipertanyakan, karena campur tangan petugas dalam mengacak-acak sistem ternyata masih sangat longgar. Lalu bagaimana dengan kepastian hukum, atau bagaimana kontribusi dan tanggungjawab Kemenkum dalam membangun kepastian hukum di negara ini ?

Menutup pernyataan, Tries dan Poppy menyatakan keyakinannya bahwa SOKSI di bawah kepemimpinan Ali Wongso selaku pendukung pemerintahan Presiden Prabowo Subianto masih menaruh kepercayaan dan harapan kepada Menteri Hukum untuk segera menugaskan Dirjen AHU melakukan pelurusan dan perbaikan SK tersebut demi tegaknya kepastian hukum sebagai konsekuensi mengutamakan komitmen pada Astacita ketujuh Presiden Prabowo Subianto daripada kepentingan lain apapun dan siapapun termasuk sdr Misbhakun -Supit dan kawan-kawannya sehingga juga tidak menimbulkan dispute di tengah masyarakat luas. (*)

Bid.Kominfo_Soksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *